Home » » Studi Banding tentang Pendidikan di Negeri Kincir Angin: Pendidikan, Sebuah Mozaik yang ”Berwarna-Warni”

Studi Banding tentang Pendidikan di Negeri Kincir Angin: Pendidikan, Sebuah Mozaik yang ”Berwarna-Warni”

SISTEM pendidikan Belanda memiliki banyak keistimewaan.  Seluruh biaya ditanggung negara, kurikulum tidak ditetapkan oleh pemerintah, tersedia beasiswa dasar untuk semua siswa, dan partisipasi orangtua ditetapkan dalam undang-undang. Namun, keistimewaan yang paling mencolok adalah keanekaragaman pengajaran yang membentuk sebuah mozaik yang rumit dengan bagian-bagian yang saling melengkapi.
Mariska dan Lysander berasal dari keluarga Montessori. Seperti orangtuanya, mereka terdaftar pada Sekolah Montessori mulai taman kanak-kanak sampai lulus VWO (sekolah lanjutan tingkat atas dengan masa belajar enam tahun yang memungkinkan siswa memasuki universitas). Mariska berharap bahwa putrinya yang baru lahir juga akan mengikuti jejaknya. Belajar independen dengan tempo belajar yang ditentukan sendiri, namun tetap selaras dengan kelompok belajar adalah beberapa asas penting dalam metode pengajaran yang diperkenalkan Maria Montessori. Sebagian besar hidupnya Maria bekerja di Belanda hingga meninggal pada 1952.

Metode Montessori menggunakan berbagal alat bantu, seperti abakus dan balok-balok beraneka warna, komputer, huruf-huruf terbuat dari kertas amplas untuk membantu anak kecil benar-benar merasakan abjad dan “monster hijau”, yaitu sebuah kotak hijau berisi sejumlah kartu dengan kata-kata sulit dalam bahasa Prancis, misalnya untuk siswa sekolah menengah. Pengajaran secara klasikal kadang-kadang diberikan untuk merangsang minat anak didik terhadap sebuah subjek serta mendorong mereka untuk menelitinya lebih lanjut.

Namun, pengajaran secara klasikal ini tidak esensial untuk pendidikan dasar. Metode Montessori memotivasi murid untuk belajar independen, tetapi tetap bekerja sama dengan teman sekelompok. Seperti, belajar menunggu giliran dalam menggunakan alat bantu yang tersedia. Belajar dan bekerja sendiri atau dalam satu kelompok kecil menjadi ciri utama berbagai jenis metode pengajaran progresif di Belanda yang berasal dan seluruh penjuru dunia. Misalnya, Rencana Jena yang dikembangkan pedagog, Peter Petersen asal Jena di Jerman dan Sistem Dalton rancangan Helen Parkhurst, seorang guru sekolah dasar asal Dalton di Amerika Serikat. Mereka semua menekankan pentingnya pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi seorang anak dan bukan sebaliknya.

Progresif  Tradisional
HAL yang sama berlaku untuk Vrije School (Sekolah Bebas), tempat dua bersaudara Vincent dan Marcel menuntut ilmu sejak taman kanak-kanak hingga lulus HAVO (sekolah lanjutan tingkat atas dengan masa belajar lima tahun yang memungkinkan siswa memasuki sekolah tinggi kejuruan). Mereka akhirnya menempuh jalan yang berbeda. Marcel menjadi seorang ahli ekonomi perusahaan, sementara Vincent bekerja di sebuah perpustakaan. Namun, keduanya menyimpan kenangan indah mengenai sekolah yang menggunakan metode pengajaran berasaskan antroposofi yang dikembangkan Rudolf Steiner di Stuttgart pada awal abad ke-20. Bagi Steiner keterampilan sosial, kreatif dan fisik sama pentingnya dengan menuntut ilmu. Di seluruh, dunia ada sekitar 500 Sekolah Steiner, 80 di antaranya di Belanda, satu jumlah yang mencolok untuk negara kecil ini.
Namun, sekolah Montessori relatif lebih banyak dibandingkan negara manapun. Jumlah sekolah Montessori di Belanda paling banyak: 161 sekolah dasar dengan 40.000 murid, ditambah 18 sekolah lanjutan dengan 10.000 murid. Hanya di Belanda pendidikan dasar Montessori dapat dilanjutkan hingga mendapat ijazah VWO. Semua bentuk pengajaran “progresif tradisional” ini bernaung di bawah SOVO (Badan Kerja sama Organisasi Pendidikan Progresif). Sekitar 10% anak usia sekolah (wajib belajar berlaku untuk anak-anak berusia 5 sampai dengan 16 tahun) mengikuti pendidikan dasar pada sekolah-sekolah tersebut. Namun, bentuk pendidikan ini berdampak luas. “Organisasi yang tergabung dalam SOVO berpengaruh  besar pada kebijakan pendidikan Pemerintah Belanda,” demikian kata juru bicara SOVO. 

Dalam UU Pendidikan Dasar, misalnya, gagasan para pendidik progresif terlihat jelas dalam kesinambungan proses belajar dalam mata pelajaran yang diberikan dan kemungkinan untuk menggabungkan beberapa mata pelajaran. Hal ini ditegaskan Jo Kloprogge, Direktur Sardes, sebuah biro konsultasi independen yang melakukan penelitian di bidang pendidikan dan memberi rekomendasi dalam penyusunan kebijakan. Kloprogge memberi contoh spesifik lain: “Memberi pelajaran tambahan dengan melibatkan murid yang lebih tua untuk membantu murid yang lebih muda, yang sekarang diperkenalkan secara luas, sejak dahulu merupakan salah satu metode yang diterapkan Rencana Jena dan Dalton.

***

PILAR, tetapi bukan hanya metode pengajaran yang membedakan sekolah-sekolah di Belanda. Susunan masyarakat Belanda terbagi menjadi kelompok-kelompok agama. Perbedaan pandangan hidup tidak menghalangi mereka untuk hidup berdampingan. Setiap kelompok memiliki surat kabarnya sendiri, lembaga siaran, rumah sakit, lembaga pendidikan, serikat buruh, organisasi majikan, yayasan sosial, dan usaha bisnis. Kelompok-kelompok ini dinamakan “pilar” masyarakat, tiang penguat yang menopang masyarakat secara keseluruhan, masing-masing dengan peran pendukungnya. Sebelum berdirinya Kerajaan Belanda pada 1813, pendidikan bangsa menjadi tanggung jawab organisasi swasta (sering berdasarkan prinsip Kristiani). 

Keterlibatan negara dalam sektor pendidikan baru dimulai pada 1813 dengan mendirikan sekolah umum yang dibiayai negara. Lembaga pendidikan swasta menganggap hal ini sebagai satu bentuk persaingan yang tidak adil. Mereka lalu mengajukan protes keras. “Perselisihan sekolah” ini berlangsung sampai 1920. Mulai saat itu semua sekolah mendapat status yang sama berdasarkan undang-undang dan menerima subsidi dari pemerintah, baik sekolah pemerintah, sekolah Katolik maupun Protestan. Lembaga pendidikan Katolik dan Protestan  yang dinamakan sekolah swasta, dikelola sebuah lembaga atau asosiasi (badan hukum yang didirikan orang swasta) dan tidak secara langsung menjadi tanggung jawab pemerintah setempat yang mengurus sekolah umum.
Tiga perempat jumlah murid sekolah dasar tetap terdaftar pada sekolah Katolik atau Protestan, walaupun agama tidak lagi menjadi faktor penentu bagi sebagian besar orangtua dalam memilih sekolah. Dalam praktik, sekolah-sekolah ini hampir tidak dapat dibedakan dari sekolah biasa. Di Belanda juga terdapat sekolah Islam, Yahudi, Hindu dan sekolah bebas yang telah kami sebut sebelumnya. Lembaga pendidikan ini juga memiliki metode pengajaran yang khusus. Untuk menjadikan dunia pendidikan Belanda lebih rumit, ada sekolah progresif yang dikelola pemerintah dan ada juga yang dikelola pihak swasta. Bahkan terdapat pula sekolah yang menggabungkan metode pendidikan istimewa dengan asas agama: sekolah Montessori Katolik, misalnya! Namun, cerita mengenai dunia pendidikan di Belanda belum selesai.

Seorang pekerja yang pada pagi hari naik kereta api dari Amsterdam ke Den Haag tiba-tiba menemukan dirinya berada di antara sekelompok remaja yang berbahasa Prancis. Mereka adalah siswa Lycée Français Vincent van Gogh di Den Haag, yang tahun ini merayakan ulang tahun ke-50 dan diminati anak didik dari seluruh penjuru negeri. Ini bukan satu-satunya sekolah internasional dan bahkan bukan satu satunya sekolah Prancis. Di Belanda terdapat lebih dari 30 sekolah internasional, termasuk sekolah dengan sistem pengajaran yang disesuaikan dengan sekolah di negara asalnya. Ada sekolah Jepang di Amsterdam. Rotterdam dan Maastricht, banyak sekolah Inggris beberapa sekolah Jerman dan yang lebih umum; sekolah internasional yang menggunakan beberapa bahasa dalam pengajarannya. Di samping itu, ada sekolah Belanda yang sebagian materi pelajaran diberikan dalam bahasa Inggris. Pendek kata, pendidikan Belanda merupakan sebuah mozaik besar. Namun pihak swasta tetap berpengaruh dan partisipasi orang tua ditetapkan dalam undang-undang.

***

KONSTITUSI pemerintah menanggung bagian terbesar biaya pendidikan, seperti pembangunan dan pemeliharaan gedung sekolah serta gaji guru. Keterlibatan pemerintah dalam materi pendidikan sangat kecil; pemerintah tidak membuat buku pelajaran dan tidak memberlakukan kurikulum nasional. Namun, pemerintah menetapkan beberapa target, seperti apa yang harus diketahui dan keterampilan yang harus dikuasai anak didik pada usia tertentu. Pada saat-saat tertentu, pemerintah menguji para murid untuk mengetahui apakah mereka sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti ujian akhir sekolah menengah yang sama untuk semua sekolah yang setingkat di seluruh negeri, ijazah “gymnasium” yang diperoleh di Groningen mempunyai nilai yang sama dengan ijazah yang diperoleh di Amsterdam atau di Maastricht.
Jadi, pemerintah tidak mencampuri kebebasan pendidikan, yang seperti kebebasan beragama rnerupakan hak asasi yang tercantum dalam konstitusi Belanda.  Artikel 23 dalam konstitusi menetapkan, “Semua orang bebas menyelenggarakan pendidikan, tanpa mengurangi hak pengawasan pemerintah dan menyangkut bentuk pendidikan yang ditetapkan undang-undang, hak menguji kemampuan dan integritas moral staf pengajar, satu dan lain hal diatur dalam perundangan.”
“Sangat sulit untuk menjelaskan pentingnya prinsip kebebasan menyelenggarakan pendidikan kepada mereka yang tidak mengenal Belanda,” demikian Jo Kloprogge dari Sardes. “Mereka tidak dapat mengerti bahwa pemerintah membiayai lembaga pendidikan ini tanpa mencampuri kurikulum sekolah. Semua orang di Belanda dapat mendirikan sekolah dan mendapat subsidi. Tentu saja dengan memenuhi beberapa kriteria.” 

Salah satu kriteria yang masuk akal adalah bahwa para guru harus memenuhi syarat untuk mengajar. Mutu pendidikan dimulai dengan pelatihan staf pengajar. Kriteria lain adalah bahwa anak-anak harus mengikuti ujian pada waktu yang ditetapkan dalam masa pendidikan mereka. Pengawas pendidikan, tentu saja akan melakukan pengawasan, walaupun tidak ditetapkan sebuah kurikulum nasional, melalui pemeriksaan yang dilakukan secara acak terhadap anak didik dengan mudah dapat diketahui apakah mereka dapat membaca, menulis, berhitung, dan secara umum telah mencapai tingkat akademis tertentu. Pada 1970-an, timbul pemikiran bahwa perkembangan anak sebagai individu adalah sangat penting dan menuntut ilmu menduduki tempat kedua. Pemikiran ini tidak berlaku lagi sekarang,” demikian kata Jo Kloprogge.
Pengawas pendidikan menyusun laporan mengenai temuannya. Orangtua murid dan kalangan pers sangat memperhatikan laporan itu. Beberapa harian secara teratur juga melakukan pemeriksaan sendiri dan hal ini kadang-kadang menimbulkan kontroversi. Faktor-faktor ini menirnbulkan satu bentuk pengaturan dan kontrol diri yang dapat dianggap khas Belanda. Pengawas Pendidikan menulis pada 14 Mei 1998 di semua sektor pendidikan Belanda, tingkat prestasi umum anak didik tetap sama atau sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Perspektif internasional, kemampuan membaca dan berhitung, serta angkatan kerja Belanda relatif baik. Laporan terakhir OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan), “Education at a glance”, menggarisbawahi simpulan ini, mozaik pendidikan Belanda sementara ini akan tetap mempertahankan keanekaragamannya dalam masa-masa mendatang.

0 comments:

Posting Komentar